Notification

×

Iklan

Iklan

Proses Pembentukan UU Cipta Kerja Kembali Dipersoalkan

17 Mei 2023
Proses Pembentukan UU Cipta Kerja Kembali Dipersoalkan

MajalahNusaraya.com — Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang permohonan uji formil atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang terhadap UUD 1945 pada Selasa (16/5/2023). 


Kali ini, permohonan diajukan oleh 14 badan hukum yakni Serikat Petani Indonesia (SPI), Yayasan Bina Desa Sadajiwa (Bina Desa), Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Perkumpulan Pemantau Sawit/Perkumpulan Sawit Watch, Indonesia Human Right Comitte For Social Justice (IHCS), Indonesia For Global Justice (Indonesia untuk Keadilan Global), Yayasan Daun Bendera Nusantara, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Aliansi Organis Indonesia (AOI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), FIAN Indonesia, Perkumpulan Lembaga Kajian dan Pendidikan Hak Ekonomi Social Budaya, dan Konfederasi Kongres Serikat Buruh Indonesia.


Imelda selaku salah satu kuasa hukum para Pemohon Perkara Nomor Perkara Nomor 46/PUU-XXI/2023  mengatakan, berdasarkan Pasal 9 ayat (2) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang, UU Cipta Kerja diundangkan pada 31 Maret 2023, sehingga batas waktu pengajuan permohonan pengujian formil UU Cipta Kerja adalah sampai dengan 14 Mei 2023.


“Permohonan uji formil a quo yang diajukan oleh para Pemohon didaftarkan pada 17 April 2023, sehingga pengajuan permohonan ini masih dalam tenggat waktu pengujian formil sebagaimana yang dimaktubkan dalam Pasal 9 ayat (2) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Tata Beracara Dalam Perkara,” sampai Imelda di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra bersama dengan Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Suhartoyo sebagai anggota majelis sidang panel.


Persetujuan DPR

Kuasa hukum berikutnya, M. Wastu Pinandito menyebutkan alasan-alasan permohonan. Wastu menyebutkan, Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022. Ketika Presiden menetapkan Perppu ini, sambung Wastu, DPR dalam masa reses masa persidangan untuk tahun sidang 2022/2023 yang dilaksanakan mulai 16 Desember 2022 hingga 9 Januari 2023. 


Lalu, DPR kembali menggelar masa persidangan yang dimulai sejak 10 Januari hingga 16 Februari 2023. Seharusnya, Perppu Cipta Kerja tersebut selambat-lambatnya harus disahkan dalam rapat paripurna pada 16 Februari 2023. Namun faktanya, Perppu tersebut baru mendapat persetujuan dan disahkan menjadi Undang-Undang pada 21 Maret 2023 dalam masa sidang 14 Maret sampai 13 April 2023.


“Maka telah terbukti Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja tidak mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang pertama yaitu selambat-lambatnya 16 Februari 2023,” sebut Wastu yang hadir secara langsung di Ruang Sidang MK. 


Catatan Hakim Panel

Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam catatan nasihatnya mengatakan para Pemohon memperhatikan sistematika dan aturan terbaru yang menjadi dasar dalam penyusunan sistematika permohonan ini. Mengenai uraian legal standing pada uji formil lebih cair dan mudah. Tetapi yang menjadi perhatian MK terutama pihak yang berhak mewakili Pemohon I–XIV dengan disesuaikan sebagaimana bunyi dari AD/ART setiap organisasi.


“Kemudian perlu juga diuraikan hubungan pertautan hubungan Pemohon I–XIV dengan UU Cipta Kerja yang dimohonkan ini. Selain itu, perlu juga dijelaskan dalil-dalil antara alasan pengujian antara Perppu dan undang-undang itu sudah berbeda,” sebut Arief.


Sementara itu, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyebutkan masih ditemukan irisan alasan permohonan yang termuat dalam pengujian Perppu Cipta Kerja pada permohonan yang diajukan pada saat ini. “Jika tetap akan dipakai, dapat dijadikan pelapis dari alasan permohonan UU Cipta Kerja saja. Hal berikutnya yang perlu diperhatikan adalah pengurus yang mewakili organisasi Pemohon pada beberapa badan hukum ini, masih ada yang belum representatif. Tolong dicek apakah benar sesuai dengan ketentuan AD/ART yang berhak mewakili di dalam dan di luar pengadilan atas pengajuan perkara ini,” sampai Suhartoyo.


Adapun Hakim Konstitusi Saldi Isra memberikan catatan mengenai kerugian hak konstitusional para Pemohon yang belum terlihat pada permohonan sehingga perlu ada penegasan yang konkret. Selain itu, pada permohonan ini juga belum terlihat garis demarkasi antara pengujian Perppu atau UU Cipta Kerja. “Dalam hak ihwal memaksa, ini berarti terkait dengan keluarnya Perppu dan ini yang dirujuk MK dalam putusannya yang menyebutkan syarat kegentingan memaksa, yang belum ada elaborasinya adalah siapa yang menentukan subjektivikasi yang dapat menilai objektivikasi Presiden atau malah meminta MK untuk menilainya,” urai Saldi.


Sebelum mengakhiri persidangan, Saldi menyebutkan para Pemohon diberikan waktu hingga 14 hari ke depan untuk memperbaiki permohonan. Naskah permohonan dapat diserahkan ke Kepaniteraan MK selambat-lambatnya pada Senin, 29 Mei 2023 pukul 13.30 WIB. Untuk selanjutnya agenda sidang akan diinformasikan lebih lanjut kepada para Pemohon.


Penulis   : Sri Pujianti.

Editor    : Nur R.

Sumber : MKRI